Credit Poster by Synyster Vera
Title :
My Beautiful Stalker
Cast:
Kim Ryeowook, Kim Hyonha, Cho Anna, Kim Dong Neul and others.
Genre:
Sweet romance comedy
Rate: PG 15
Author:
Aozora-tomomi
Lenght:
Twoshoot
OST:
Do As Infinity -魔法の言葉 (Mahou no kotoba) - Would You Marry Me
Link Part 1:
Note : My Beautiful Stalker Part 1
http://www.facebook.com/notes/aozora-tomomi/-sujuff-my-beautiful-stalker-12-/10151810199780646
SJFF : My Beautiful Stalker Part 1
http://www.facebook.com/notes/super-junior-fanfiction/-sujuff-my-beautiful-stalker-12-/375521532496458
Aha acha...acha pahe..pahe... (sambil gelang-geleng kepala ala orang India) *korban iklan ayam cepat saji... #Plakk
Annyeong
readers, author kembali dengan lanjutan kisahnya Hyonha. Sudah pada
nungguin ya? Mianhe seperti biasa author sibuk dengan pekerjaan.
Sepertinya tidak perlu disclaimer semua sudah tahu jika makhluk-makhluk
tampan yang namanya tersebut dalam FF ini adalah bukan milik author.
Tapi..tapi...tapi.. (harus diulang ya thor??) ide cerita semua FF author
orisinil, original asli dari ide author sendiri, so jangan jiplak ide
ini sembarangan ya, jangan copy paste sembarangan dan jangan pipis
sembarangan. Please don’t be a plagiarist. Yasudahlah sekian pidato saya
silahkan disimak cerita selanjutnya. Monggo...
*****
My love for you is like a mirror. You can break it into a million pieces.
But when you look close, you're still in it… [Kim Hyonha]
[Kim Ryeowook]
Lorong
lengang ini membuatku bisa mendengarkan deru nafasku sendiri yang tak
terkendali. Tanpa komando, kakiku dengan cepat menyusuri lorong yang
terasa tak berujung ini sambil sesekali menoleh ke belakang. Semakin
lama langkahnya semakin cepat terdengar mengikuti di belakangku.
Beberapa kali kakiku saling bertautan dan membuatku hampir terjerembab
di jalanan gang yang licin dan basah.
Langit
kelam di atas sana tak henti-hentinya menumpahkan hujan, seolah
melengkapi semua suasana mencekam malam ini. Aku hanya berharap dia
berjalan tidak terlalu cepat dan mengetahui aku berada tak jauh darinya.
Tak akan kubiarkan dia bisa dengan segera menangkapku. Kakiku mulai
kehilangan kekuatannya dan melemah seiring detak jantungku yang menderu.
Tuhan ijinkan aku selamat kali ini. Aku tidak ingin berada dalam
cengkraman laki-laki itu lagi.
Kudengar
langkahnya di belakangku semakin jelas. Panik melandaku, membuatku
terpaksa berfikir lebih keras untuk bebas dari kejarannya. Aku tahu
Naoki adalah penyelamatku yang membuatku bisa hidup dengan lebih baik di
Tokyo. Namun, Naoki akan selalu mengingatkanku pada sosok ayah yang
selama ini selalu kubenci.
Aku tidak bisa
melupakannya, semua bayangan ketakutan, teriakan kepedihan dan rasa
sakit yang tak terperi ketika ayah menusukkan nyala rokok ke lenganku
hanya karena aku tidak mau mencuri untuknya. Bekas luka itu mungkin akan
hilang, tapi luka di hatiku akan kubawa sampai mati. Aku benci saat
ayah mabuk. Ayah akan menjadi orang yang tidak kukenal. Ayah akan
menyesali perbuatan yang dilakukannya padaku jika dia dalam keadaan
sadar. Namun, dia akan selalu mengulanginya, lagi dan lagi.
Aku tidak membenci Naoki karena dialah hidupku. Dalam diri Naoki
bayangan ayah yang kejam selalu muncul dan membuatnya terlihat lebih
kejam dari sifat yang sebenarnya. Aku hanya ingin bersama Naoki yang
dulu. Naoki yang selalu memperlakukanku dengan kasih sayang dan
ketulusannya. Naoki akan selalu menangis setelah melakukannya padaku dan
menyesalinya.
Tapi kini, seseorang yang
mengejarku bukanlah Naoki. Dia berubah menjadi seseorang lain. Di dalam
benakku, semua fikiran tentang kepribadian Naoki yang lain muncul.
Seperti yang telah dikatakan oleh dokter Yamano beberapa waktu lalu.
Dokter berkata ini baru diagnosa awal, tapi gangguan ini bisa
disembuhkan.
Aku tidak terlalu mengerti yang
diucapkan dokter Yamano waktu itu tentang skizofrenia atau apalah, namun
yang sering kudengar Naoki selalu menyebut dirinya Noah. Dengan cara
berbicara yang berbeda dan sorot matanya juga sangat berbeda dengan
Naoki yang aku kenal. Selain gaya berbicara, Naoki melakukan semuanya
padaku tidak hanya di saat dia mabuk, tapi justru saat dia sadar.
Naoki atau mungkin jika benar kata dokter Yamano itu adalah alter ego
darinya yang bernama Noah yang sedang mengejarku sekarang, maka aku
tidak boleh tertangkap olehnya. Atau, mungkin dia akan melakukannya
lagi. Melakukan perbuatan yang sangat aku benci darinya. Aku menyayangi
Naoki tapi tidak dengan Noah.
Langkahku
terpaksa terhenti diujung gang yang buntu, sebuntu fikiranku sekarang.
Aku terjebak. Tidak ada jalan keluar dan suara langkah di belakangku pun
ikut terhenti. Saat kubalikkan tubuhku ke arahnya, seketika itu kulihat
pemandangan yang luar biasa mengerikan di ujung sana.
“Aaaarggghhhhh!”
tiba-tiba terdengar teriakan yang membuat jantungku hampir saja
terlepas dari tempatnya. Teriakan yang membuyarkan semua khayalanku
tentang cerita Yeon Hae yang sedang menghadapi ketegangan dalam Rainy Tokyo. Aku terlonjak dan berdiri sambil mencari arah datangnya suara mengerikan yang baru saja terdengar memekakkan telingaku.
Tampak dari arah deretan semak bunga Chrysantemum
seorang gadis menghambur keluar dengan tiba-tiba. Kepalanya dipenuhi
dengan rerumputan kering yang menempel. Seekor kadal semak yang
berukuran cukup besar dari jenisnya melompat dari tubuh gadis itu yang
kini bergetar panik. Aku, Neul yang sekarang dalam posisi berdiri karena
kaget, dan gadis itu, terdiam sejenak dengan kejadian yang tidak
terduga ini. Kusadari wajah gadis itu tidak asing dalam ingatanku.
“Jadi, dia adalah gadis itu,” batinku tak percaya.
Kulihat
di salah satu tangannya memegang sebuah kamera digital dan di tangan
lainnya sebuah binokuler yang baru saja dipungutnya dari tanah karena
terjatuh saat dia menghambur keluar dari semak tadi.
“Ounnie!” teriak Neul seketika membuatku terkejut. Neul berlari ke arah gadis itu dan memeluknya erat sambil tersenyum riang.
“Apakah aku mengenalmu?” tanya gadis itu heran.
“Neul kau mengenalnya?”
“Oppa, ounnie Banhanaa Cubbiey, dialah orangnya.”
“Mwo?! Dia Banhana Cubbiey?” pekikku dengan suara cukup keras yang tak kusadari membuat gadis itu menatapku ngeri.
“Ups, aku sudah ketahuan. Mianhamnida (trans: maafkan aku) Ryeowook oppa, jangan salah paham padaku, aku hanya sedang uhmm..,” ucapannya terputus menggantung begitu saja.
Wajahnya
memerah karena menahan malu dengan usahanya menjelaskan keadaannya.
Rambut dan pakaiannya tampak berantakan dan kotor dihiasi semak-semak
kering yang masih menempel. Neul masih berada di sana menggenggam erat
tangan gadis itu dengan tatapan yang tak pernah lepas, lekat memandangi
wajah penulis idolanya dengan perasaan takjub terpancar dari wajahnya
yang penuh kepolosan.
*****
“Jadi kau sudah lama mengikutiku selama ini?” tanyaku pada gadis penulis itu yang kini duduk tertunduk di depanku.
“Nde oppa, aku sudah lama melakukannya. Aku tidak bermaksud mencuri tahu apa pun tentang oppa
selama ini. Ini hanya sebuah tindakan berjaga-jaga jika nanti aku tidak
bisa benar-benar mendapat izinmu, aku pun tidak akan mempublikasikannya
dalam bentuk biografi utuh. Tapi, bagaimanapun aku terikat kontrak
dengan perusahaan penerbitku dan juga dengan perusahaan manajemen oppa sekarang. Jadi, meskipun aku tidak bisa melakukannya dengan terang-terangan, aku masih bisa melakukannya secara diam-diam kan?”
Akhirnya kami memilih coffeeshop
langganan Neul yang terletak di ujung jalan untuk menyelesaikan
kesalahpahaman yang terjadi di antara kami. Aku tidak mengerti apa yang
membuat semua orang begitu tertarik dengan kehidupan pribadiku. Semua
orang terutama media selalu saja ingin ikut campur dan tak peduli dengan
perasaanku jika kehidupan pribadiku menjadi konsumsi publik.
“Lalu
jika aku tidak mengizinkanmu, bukankah itu akan menjadi pelanggaran hak
cipta jika sampai kau terbitkan tulisanmu tentang aku?” mungkinkah dia
tidak tahu akan hal ini.
“Tidak oppa, di bisnis
penerbitan kau juga harus memutar otak untuk berhasil. Meskipun dengan
berbagai cara aku pasti bisa menerbitkan tulisanku tanpa harus melanggar
hak cipta atas kehidupan pribadi oppa,” jawabnya tanpa terlihat keraguan sama sekali dari sorot matanya.
“Dengar
ya nona Kim Hyonha. Tentang kehidupan pribadiku, tidak akan pernah
siapa pun aku izinkan untuk mempublikasikannya dalam bentuk biografi
termasuk juga kau. Terserah apa perjanjianmu dengan perusahaan
penerbitmu juga direktur Park Jung Soo, itu bukan tanggung jawabku. Yang
pasti, untuk tujuan agar tidak melanggar kontrak, silahkan kalau kau
bisa mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dengan usahamu sendiri.
Hanya hal itu yang aku izinkan. Ah dan juga, masalah perjanjian menjadi
kekasih pura-pura di depan publik itu juga aku harap kau bisa
mengendalikan diri. Karena ini hanya untuk menutupi rumor akibat
kesalahpahaman. Kau boleh mengawasiku, berjalan di belakangku atau
apapun yang ingin kau lakukan selama tiga bulan ini untuk mendapatkan
hakmu menggali informasi dariku. Tapi kau tidak boleh terlalu dekat,
hanya kuijinkan kau berada tidak lebih dari jarak sepuluh meter di
belakangku. Kau hanya boleh menemui dan berbicara langsung denganku atau
adikku jika ada di apartemen.”
“Mworago??” (trans: Apa kau bilang) pekiknya sambil tiba-tiba berdiri dari tempatnya duduk.
“Apakah
kau tidak setuju? Jika begitu mungkin lebih baik tidak perlu kau
lakukan, jadi kau tidak perlu bersusah payah lagi mengikutiku. Kau bisa
ajukan pembatalan kontrak pada direktur Park dan juga direktur Choi. Itu
akan lebih baik untukku,” sahutku menantangnya.
“Yakh Kim Ryeowook-sshi
bisakah kau tidak mempersulit masalah ini dengan bersikap egois dan
arogan begini. Semua ini bukan hanya masalah tentangmu,” ucapnya dengan
nada meninggi.
Kini dia berdiri sedikit membungkuk dan
mendekatkan wajahnya tepat di depanku. Kulihat seberkas perasaan kesal
terpancar dari wajahnya yang mulus tanpa cela. Tiba-tiba aku terkesiap
dengan apa yang kurasakan saat menatap wajahnya yang lumayan dekat. Ada
desir perasaan aneh menelusup ke relung hatiku. Kudorong bahunya agar
tubuhnya menjauh dari wajahku. Perasaan tadi berhasil membuat jantungku
berdetak cepat dan membuatku bertingkah kikuk. Aneh, ini seperti bukan
aku.
“Oppa bukankah kau terlalu kejam pada ounnie
jika begitu?” pekik Nuel tanda tak setuju dengan syaratku. Neul
memelototkan matanya dan berusaha membujukku agar merubah syarat yang
kuajukan pada Hyonha.
“Neul mengertilah, ini demi kebaikan
semua. Aku juga tidak ingin terlalu dekat dengannya. Kau dengar barusan
kan, sebentar dia memanggilku oppa sebentar memanggilku dengan
nama. Kepribadiannya benar-benar tidak dapat dipercaya dan berubah-ubah
dalam hitungan detik. Siapa sangka jika nanti dia akan memanfaatkan
kita,” elakku untuk sekedar membuat Neul menyerah.
“Oppa
kau jahat!” jerit Neul kemudian sambil menggembungkan pipinya, tanda
dia kesal padaku. Kuabaikan sikap adikku. Aku tahu dan sangat
mengenalnya, dia tidak akan bertahan lama dengan sikapnya. Aku yakin dia
akan mengerti bahwa meskipun Hyonha adalah penulis favoritnya, dia
tetaplah orang asing yang tidak bisa dipercaya sepenuhnya sebelum
benar-benar mengenalnya.
“Ah anniya, Neul-sshi, gwenchanayo (trans: tidak apa-apa). Aku setuju dengan syarat yang diajukan Ryeowook oppa. Gokchonghajima
(trans: jangan khawatir) aku pasti bisa mengatasinya,” Hyonha berusaha
menenangkan Neul dan membujuknya agar menyetujui syaratku.
Aneh,
Hyonha yang tadi bersikap marah tiba-tiba berekspresi lain. Kali ini
kulihat dia melunak. Kembali duduk dengan wajah tampak sayu dan terlihat
berat hati menerima syaratku. Dia benar-benar tidak seperti layaknya
seseorang yang mengaku sebagai penggemarku. Seorang penggemar sewajarnya
akan berteriak berisik, histeris dan tidak mau tahu melakukan apa yang
mereka ingin agar mendapatkan apa pun tentangku. Tapi Hyonha, sebagai
seseorang yang mengaku bahwa dia adalah penggemarku, dia terlalu tenang.
“Baiklah ounnie, aku percaya ounnie pasti bisa membuat sebuah karya yang hebat, bahkan tanpa harus bertemu dengan oppa sekalipun? Ounnie
juga bisa memanggil namaku saja, Neul,” desis Neul sambil mengeluarkan
lidah diantara gigi-giginya yang tertata rapi, yang tentu saja
ditujukannya padaku.
“Baiklah Hyonha-sshi, itu
kesepakatannya. Jika kulihat kau ada di dekatku di muka umum maka
semuanya batal, dan kau tidak akan bisa membuat biografiku,” kuucapkan
kata-kata terakhirku kemudian pergi meninggalkan Hyonha yang menatapku
seolah tak percaya tanpa bisa mengatakan sepatah kata pun.
Entah
apa ini, jauh di relung hatiku, kurasakan perasaan tidak nyaman ketika
melihat ekspresi wajahnya. Perasaan seolah aku menyesal sudah mengatakan
semua kata-kataku. Tapi, aku sudah memutuskan dan tidak mungkin untukku
menarik kata-kataku lagi.
*****
[Kim Hyonha]
“Oppa, apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanyaku frustasi pada Heechul oppa yang masih berkutat dengan kupasan apel di tangannya.
“Bukankah
sudah kubilang, bocah itu hanya akan banyak memberimu kesulitan. Apa
perlu aku melakukan sesuatu agar Siwon melepaskan proyekmu kali ini?”
“Mwo? Oppa, aish kau ini. Ini bukan hanya sekedar masalah karir menulisku, tapi juga masalah hidup dan matiku. Kau tahu kan oppa,
dia sudah membuatku hampir gila. Aku saja bingung, bagaimana aku bisa
menyukai orang yang dingin dan tidak berperasaan seperti dia. Jinja, dia benar-benar menyebalkan!” emosiku akhirnya ikut meluap karena kesal.
“Hei, bukankah kau sendiri yang menyetujuinya dengan syarat konyol itu?”
“Iya benar, lalu apakah aku punya pilihan lain? Aish oppa kau tidak banyak membantu. Andai kau lihat wajahnya yang arogan itu tepat di depanmu. Oh jinja ini membuat stres saja. Sudahlah aku mau tidur. Habiskan saja semua apel di lemari es dan pulanglah,” gerutuku masih kesal.
“Benarkah? Bolehkah aku membawa pulang semua apel itu? Baiklah aku pergi sekarang kalau begitu”, Heechul oppa menguras semua apel dalam lemari esku dan memasukannya ke dalam sebuah kantong plastik.
Aku
bahkan tak pernah menyadari dari mana asal kantong plastik yang
sekarang sudah diisi penuh olehnya dengan semua apel itu. Terbersit
fikiran oppa memang sengaja sudah membawanya dan menyembunyikan
di saku bajunya. Karena seperti kebiasaannya ketika pulang dari rumah
direktur Choi, maka dia akan membawa sekantong penuh apel yang dingin.
Setiap kali kutanya untuk memenuhi rasa penasaranku, jawabannya selalu
sama, bahwa direktur Choi sangat baik hati dan dermawan dengan isi
lemari esnya. Benar-benar oppa yang luar biasa. Namun jawaban itu selalu akan disangkalnya lagi ketika dia sedang tidak akur dengan direktur Choi.
“Dasar oppa-ku,
wajahnya benar-benar sudah mirip dengan apel. Dia bahkan tidak bisa
memberikan solusi untukku selain hanya duduk di sana dan memakan apel
itu sepanjang waktu. Ckckckck... aigoo aku benar-benar tamat kali ini," batinku frustasi sambil mengantarkan Heechul oppa sampai di depan pintu.
Sejak harus pindah ke apartemen baru karena kontrak menulisku dengan dua direktur itu, aku terpaksa hidup terpisah dari Heechul oppa. Oppa masih tinggal di apartemen kami yang lama. Aku harus tinggal di lingkungan apartemen yang sama dengan Ryeowook oppa. Semua demi kelancaran tugasku yang sebenarnya sudah terhambat meskipun bahkan sebelum aku memulainya.
*****
[after few days passed]
“Aargh
mataku, kenapa dengan mataku?” jeritku panik saat mendapati dua kantung
berwarna kebiruan mengerikan menggantung di mata coklatku.
Kuamati
wajahku lekat di balik cermin yang ada di hadapanku. Kuakui sejak
catatanku hilang terjatuh entah di mana aku harus bekerja lebih keras
untuk mengingat semua informasi yang pernah kudapat, meskipun ternyata
itu tidak berguna sama sekali. Karena informasi-informasi yang
sebenarnya kudapat dari direktur Park Jung Soo adalah informasi yang
tidak dimiliki oleh siapa pun.
Seperti biasanya,
kecerobohanku membuatku menyesali mengapa pada saat jadwal Tuhan
membagikan otak pada hari penciptaanku aku malah absen. Tentu saja
sebagai hasil dari otak yang tidak sempurna ini aku selalu melakukan
kesalahan dan kecerobohan saat bertindak. Mataku tampak seperti lebam
akibat dari waktu tidur yang jauh dari kata mencukupi. Kata-kata
Ryeowook oppa masih selalu mengiang di telinga dan menggangu
fikiranku berhari-hari sejak kami membicarakan persyaratan itu.
Mungkinkah Ryeowook oppa sangat membenciku dengan apa yang akan aku lakukan?
Dengan
mata seperti seorang pencuri yang baru saja dihajar masa, aku berjalan
gontai menuju pintu apartemenku. Pagi ini, seperti halnya dengan
beberapa pagi sebelumnya aku bersiap dengan segala perlengkapan yang
kuperlukan untuk mengikuti Ryeowook oppa sepanjang hari. Jadwal
hari ini masih sama dengan beberapa hari lalu. Mengikutinya ke tempat
pengambilan adegan drama terbarunya, menungguinya makan siang,
mengikutinya ke studio untuk berlatih tari dan vokal, menjadi bintang
tamu pada sebuah acara talkshow pada salah satu stasiun televisi atau radio nasional. Terkadang aku juga harus menungguinya merekam adegan untuk acara game show atau bahkan reality show hingga larut malam, barulah kembali ke apartemen.
Sudah berhari-hari aku mengikuti aktifitas Ryeowook oppa
dengan seksama. Meskipun harus selalu berjalan dengan jarak yang cukup
jauh darinya, aku rasa aku bisa bertahan. Menggambil beberapa foto dan
juga mencatat beberapa hal tentang apa yang kulihat dan kurasakan saat
mengamatinya. Hal-hal yang kutemukan tentang Ryeowook oppa di
lapangan tidak banyak. Hanya kegiatan dan kesibukan sehari-harinya saja.
Sudah lebih dari berhari-hari pula jadwalnya hampir selalu sama.
Aku
mulai putus asa dengan kemajauan data dan informasi yang seharusnya
bisa aku dapatkan lebih. Bukankah seharusnya aku boleh mewawancarainya
atau anggota keluarganya? Mungkin dengan menggali infomasi dari anggota
keluarga atau kerabat dekat dan sahabat-sahabatnya aku pasti bisa
mendapatkan informasi yang lebih berguna jika dibandingkan hanya
mengikuti kegiatan hariannya yang membuatku jenuh dan lelah.
Tapi, Ryeowook oppa
sangat tidak kooperatif dalam semua hal. Sepertinya aku hanya
dianggapnya sebagai seorang penguntit dan tak diperdulikannya. Beberapa
kali aku mengajukan untuk meminta waktu melakukan wawancara, dia selalu
menolak dengan alasan lelah karena kesibukan. Benar-benar tidak banyak
kemajuan dan sangat melelahkan untukku. Belum lagi perasaanku yang
selalu merasa diabaikannya. Meskipun aku sangat menyukainya bahkan
mencintainya, tapi kenapa Ryeowook oppa begitu tega padaku.
*****
Hari ini sedikit berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Sekali lagi oppa
sedang menghabiskan waktu luangnya bersama Neul adik kesayangannya.
Kali ini aku tidak perlu bersembunyi, tapi aku tetap tidak boleh
terlihat dekat di sampingnya, atau aku akan terlibat masalah yang lebih
serius.
Dalam pengamatanku, Ryeowook oppa tampak
sedang duduk di bangku taman sambil membaca sebuah buku bersampul kelabu
yang sangat kukenali. Neul duduk di sampingnya sedang menggambar sebuah
sketsa sesuatu yang tak bisa kulihat dengan jelas.
“Jadi, selama ini buku yang selalu dibawa dan sedang dibacanya adalah Rainy Tokyo. Mungkinkah dia menyukai tulisanku?” batinku penuh tanya.
“Aha, jadi kau masih saja menguntit dan mengikuti Ryeowook oppa kemana-mana ya kan?”, sebuah suara terdengar dari belakang telingaku. “Kau ini pacarnya atau hanya sebatas sesaeng fans yang maniak huh? Lihat saja dandananmu itu, memalukan,” lanjutnya sinis.
Saat kubalikkan badan, kulihat dia di sana, gadis menyebalkan yang masih saja mengganggu Ryeowook oppa
meskipun dia sudah memiliki kekasih yang juga seorang artis. Sesaat
kuharap yang berdiri di hadapanku adalah seorang ibu peri yang akan
membantuku melunakkan hati Ryeowook oppa. Alih-alih ibu peri,
yang datang justru seekor rubah betina yang di wajahnya seolah tertulis
“akan ku makan kau setelah ini”. Aku pun bergidik ngeri melihat ketidak
cocokan antara wajah cantiknya dan sifat liciknya.
“Memangnya kenapa dengan penampilanku huh? Siapa kau berhak menilaiku dengan kejam?” hardikku membalas kata-kata sinisnya.
“Aha, lihatlah! Kelakuanmu tidak menunjukkan bahwa kau pantas menjadi kekasih Ryeowook oppa. Kau sangat kampungan”.
Sesaat
kuhentikan aktifitasku membalas ucapannya. Kuperhatikan diriku sendiri
sekarang sedikit terpengaruh dengan kata-kata rubah betina bernama Cho
Anna di hadapanku.
“Memangnya apa yang salah? Sepatuku
baik-baik saja. Bajuku oke. Rambutku... ommo, aku lupa menyisir
rambutku karena terburu-buru saat keluar apartemen tadi. Tentu saja
pasti rambut ikalku sangat berantakan. Aigoo, kenapa aku bisa lupa.
Yaakhh Hyonha dasar kau babo!” teriakku dalam hati lebih pada diri sendiri.
“Lihat kan, kau sangat mengerikan? Berani sekali kau mau mendekati Ryeowook oppa-ku? Lihat dulu wajahmu itu di cermin!” ucapnya kejam.
Seketika
kubalikkan badanku sambil menunduk karena tidak sanggup lagi menerima
hinaan rubah licik itu. Aku berniat pergi mencari toilet umum yang
tersedia di sekitar taman ini dan merapikan diri, ketika tanpa sengaja
kepalaku membentur sesuatu.
Kerah kemeja putih menghiasi
pandanganku sedetik kemudian. Aku menabrak dada seorang laki-laki yang
ternyata adalah milik Ryeowook oppa. Aku berusaha menghindar dari tatapannya. Namun, ternyata tatapan itu tidak ditujukan padaku.
Ryeowook oppa
menggenggam pergelangan tanganku dan menarikku menghadapi Cho Anna.
Genggaman itu terlalu erat, membuat pergelanganku terasa sakit.
“Jangan pernah mengganggunya lagi Anna-sshi.” suara Ryeowook oppa terdengar sedikit bergetar. Kutatap laki-laki yang berdiri disampingku ini dengan tak percaya. Ryeowook oppa yang selama ini bersikap sangat tidak bersahabat tiba-tiba membelaku di depan wanita yang pernah dicintainya.
Sesaat
kusadari kehadiran seseorang dibelakangku, kucoba memastikan jika
memang itu orang yang kukenal dengan menoleh. Neul tampak mengintip di
antara bahuku dan punggung Ryeowook oppa. Neul sekali lagi menampilkan seulas senyum di wajah polosnya dengan deretan gigi putih rapi dan aroma nafas peppermint yang segar menerpaku.
Kepalanya
sesekali mengangguk seolah setuju dengan apa yang dikatakan kakaknya.
Entah mengapa, tak pernah kusadari sebelumnya jika aku sangat menyukai
kepribadian anak ini yang sangat ceria. Ringan dan seolah dia tak pernah
memikirkan kesulitan hidupnya.
“Oppa, kenapa kau membelanya? Apakah kalian benar-benar…,” kalimat Cho Anna terpotong ketika Ryeowook oppa mengangkat sebelah tangannya yang bebas.
“Aku
tak perlu menjelaskan apa pun padamu. Ini bukan urusanmu nona Cho. Dia
adalah tanggung jawabku, jadi kau tak perlu merasa terintimidasi atau
terganggu dengan keberadaannya di sekitarku.”
“Oppa, mungkinkah kau benar-benar menyukai gadis kampungan ini?”
“Jika iya, apakah ini masalah untukmu?”
Jantungku
terasa hampir melompat keluar dari tempatnya saat mendengar kata-kata
yang keluar sendiri dari bibir laki-laki yang sangat kucintai dan
kukagumi. Meskipun sebenarnya sudah sejak saat Ryeowook oppa meraih tanganku, jantung ini sudah bergejolak tidak menentu. Tapi kali ini berbeda, lebih seperti tersambar petir, terkena shock dan aku hampir kehilangan akalku. Pipiku memanas. Baiklah boleh kalian sebut aku berlebihan, tapi itulah yang kurasakan.
Mataku
dan Neul tiba-tiba saling bertemu. Dia sedang menatapku senang dan
menggodaku dengan kerlingan matanya. Sepertinya justru dia yang lebih
senang dengan perubahan rona di pipiku.
Kutampar pipiku dengan tanganku yang bebas. Hanya untuk memastikan aku tidak sedang bermimpi. Membuat Ryeowook oppa menoleh sebentar memperhatikanku yang hanya melongo saat tatapan kami saling beradu kemudian.
“Chagi, sedang apa kau di sini?” suara seorang laki-laki dari arah belakang Anna membuat kami fokus pada arah datangnya suara.
“Kyuhyun oppa,” sapa Anna manja pada laki-laki itu.
Seorang
laki-laki tinggi nan tampan dengan kulitnya yang putih pucat
menghampiri kami. Sekilas senyum menghiasi wajahnya. Sesaat kuharap itu
sebuah senyuman yang menawan, namun aku salah. Itu lebih mirip sebuah
seringai. Sebuah seringai seperti pernah sangat kukenal. Tapi entah
dimana dan milik siapa. Ternyata keduanya memang sangat serasi. Sang
wanita seekor rubah betina, dan sang laki-laki seekor serigala. Kutebak
dialah kekasih baru Cho Anna.
Kuakui terkadang nutrisi
yang mengalir ke dalam susunan otakku sering tidak lancar dan dengan
volume otakku yang belum memenuhi kuota dasarnya, terkadang membuatku
terlambat memahami sesuatu. Meskipun begitu aku tidak akan lupa dengan
berita-berita gosip yang sesekali kuikuti dari selebritis Korea Selatan.
Bahkan berita selebiti baru seperti Cho Anna juga aku ikuti
perkembangannya.
Laki-laki itu seorang penyanyi pendatang
baru yang cukup sukses di pasar industri musik Korea Selatan akhir-akhir
ini. Menurut tabloid gosip ternama di ibu kota Seoul tercita, kekasih
baru Cho Anna ini juga dianggap sebagai saingan terberat bagi Ryeowook oppa dalam karir maupun dalam percintaan. Karena laki-laki inilah Cho Anna akhirnya meninggalkan Ryeowook oppa.
“Chakaman,
Cho-Kyu-hyun,” bisikku mengeja nama laki-laki itu yang tiba-tiba saja
kuingat. Kubilang apa, aku selalu terlambat. Aku terhenyak karena tak
asing dengan nama itu.
*****
[Kim Ryeowook]
“Kyaaaaaa...!!”
terdengar teriakan Hyonha yang selalu membuatku terlonjak. Dia berlari
ke arah laki-laki yang kini berdiri di samping Anna dengan wajah yang
berseri-seri. Reaksinya kupikir agak berlebihan. Hyonha bersikap seperti
seorang fans yang berlari pada idolanya dan memberikan wajah aegyo-nya
dengan cara yang tak biasa. Hyonha menggelayut pada lengan Kyuhyun dan
memeluk lengan itu dengan erat. Wajah Kyuhyun yang datar justru
menampakkan perasaan risih, dahinya mengrenyit seolah merasa lengannya
mau patah karena terlalu erat dipeluk oleh Hyonha. Kyuhyun terlihat
sangat berusaha melepaskan diri dari pelukan gadis bodoh itu.
“Oppa, beri aku tanda tangan huh? Atau berfoto denganku, sekali saja. Nde oppa?” kata-kata mengerikan itu muncul dari bibir mungilnya.
“Mwo? Apa yang barusan kudengar tidak salah kan? Cih, apa-apaan ini? Jadi sekarang dia juga fans Cho Kyuhyun?” batinku tak percaya.
Ada
sedikit perasaan aneh yang menelusup diantara debar jantungku yang tak
teratur. Seolah mataku tidak rela melihat adegan ini. Seorang Kim Hyonha
yang seharusnya hanya memandangku sebagai idola, kini melirik laki-laki
itu. Aku seperti terkhianati. Perasaan ini benar-benar tidak enak. Dia
bahkan meminta tanda tangan dengan menyodorkan sebuah note kosong dan sebuah pena padanya.
“Oppa, kau marah?” tanya Neul membuyarkan lamunanku.
“Mwo? Marah katamu? Kenapa aku harus marah?” jawabku sedikit emosi. Entah kenapa pertanyaan Neul membuatku gerah.
“Wajahmu merah oppa. Aku sangat mengenalmu. Apa kau lupa aku adalah adikmu hm?”
“Aish jinja,
Yakh! Kim Hyonha ikut aku!” teriakanku tertahan. Sedikit kekhawatiran
menggangguku ketika sudah banyak orang disekitar kami mulai
berbisik-bisik dan membentuk kerumunan.
Kutarik tangan
Hyonha menjauh dari Cho Kyuhyun yang heran dengan sikap kami. Seulas
senyum puas tersungging dari bibir Anna. Sepertinya ia merasa menang
atas sikap Hyonha yang kekanakan di depannya. Kuabaikan fikiran tentang
reaksi mereka. Kubawa Hyonha menghindar sejauh mungkin hingga jarak yang
cukup agar mereka tidak bisa melihat maupun mendengar apa pun. Neul
sedikit tertinggal dari langkah kami.
“Yakh Kim Hyonha-sshi, apakah kau gila huh? Kau pikir apa yang baru saja kau lakukan?”
“Ryeowook-sshi, waeyo? Aku harus mendapatkan tanda-tangannya. Aku harus berfoto bersamanya,” jelasnya frustasi.
“Wae? Wae? Kenapa harus Cho Kyuhyun? Bukankah kau bilang kau adalah fans-ku
dan kau berjanji mau membuatkanku sebuah biografi yang menarik. Kau
juga selalu mengikutiku, kau selalu mencatat dan juga aku ijinkan
mengamati kehidupan pribadiku. Tapi kenapa kau bersikap seperti ini dan
mempermalukanku di depan Cho Kyuhyun bahkan Cho Anna kekasihnya huh? Kau
bahkan tidak memanggilku dengan sebutan oppa lagi, iissshh!”
“Mianhe Ryeowook oppa, aku hanya... ,” kupotong kata-katanya seketika.
“Cukup! Aku sudah cukup tahu seperti apa kau sebenarnya Kim Hyonha-sshi.”
“Oppa
apa maksudmu? Tadi aku hanya ... ,” kalimatnya tercekat di tenggorokan.
Kulihat setetes bening air mata menggantung di kelopak matanya,
membuatnya tak bisa menyelesaikan kata-kata pembelaannya.
“Kau
tak perlu lagi menjelaskan. Kita tinggal tunggu saja berita apa yang
akan muncul besok di tabloid dan televisi karena ulahmu. Aku lelah
Hyonha-sshi. Kau sangat merepotkan dan menjadi bebanku. Mulai
besok, kau tidak perlu lagi melanjutkan mengikutiku. Aku akan mengurus
pembatalan kontrakmu dengan direktur Park.
Kutinggalkan
dia sebelum butiran bening di mata coklatnya jatuh. Aku tidak suka
melihat wanita menangis. Aku benci melihat air mata terlebih air mata
wanita. Hatiku terlalu lelah untuk merasa bersalah dan menyesali
kata-kataku padanya. Namun, ada perasaan perih saat aku berbalik dan
mulai melangkahkan kakiku menjauh darinya yang masih berdiri diam
mematung di sana.
*****
[Kim Hyonha]
Aku
hanya bisa memandang punggung dingin itu menjauh. Butiran bening di
pelupuk mataku membuatku tak bisa melihat dengan jelas ekspresi terakhir
wajahnya. Pedih sekali rasanya. Hatiku bahkan memberontak dan
menyuruhku mengejar punggung dingin itu. Hal yang lebih perih justru
ketika pemilik punggung dingin itu tak mau mendengarkan penjelasanku.
“Geureu oppa,
kau bahkan tak mau mendengarkan penjelaskanku terlebih dulu. Aku sudah
sangat lelah dengan sikapmu. Kau juga tak pernah mengacuhkanku,” bisikku
lirih menahan nyeri di hatiku.
Akhirnya butiran-butiran
bening itu pun luruh membasahi wajahku. Mungkin lebih baik seperti ini.
Aku hanya harus menghadapi direktur Choi Siwon dengan laporan
terakhirku. Ini terlalu berat kurasakan.
Kurasakan sebuah
tangan menepuk bahuku pelan dan kemudian memelukku. Aroma parfum Neul
menyeruak di antara tarikan nafas dalam isakan tangisku yang hampir tak
terdengar. Sesaat kudengar juga sebuah isakan pelan dan nafas yang
tertahan di telingaku. Neul menangis. Tapi, kenapa Neul harus menangis
bersamaku?
“Neul-ah, gwenchana?” tanyaku ragu-ragu melepas pelukannya.
“Ounnie baboya,” lirihnya pelan.
“Waeyo? Kenapa aku babo?”
“Di saat ounnie terluka dan sedih, kenapa ounnie justru khawatir padaku? Seharusnya ounnie khawatir pada diri ounnie sendiri,” sambungnya dengan nafas sedikit tersengal.
Mendengar ucapan polosnya, aku terkekeh pelan. Kini aku hanya bisa menertawakan kesedihanku karena Neul. Aku tahu Ryeowook oppa tidak menyukaiku. Tapi, apa yang bisa kulakukan jika begitu adanya. Aku tidak bisa memaksakan perasaan dan hati seseorang.
*****
[Kim Ryeowook]
“Meskipun
langit runtuh dan tidak ada yang menganggapku ada, aku akan tetap
berdiri pada kedua kakiku. Karena hidupku adalah keputusanku.”
Lee Yeon Hae mengucapkan kata-kata itu dengan lantang di hadapan Naoki
dan berjalan menjauh menuju arah tempat matahari mulai terbenam. Siluet
cahaya jingga di kejauhan menjadi saksi ketika Yeon Hae akhirnya bisa
meninggalkan kekejaman hidup yang telah membuatnya semakin kuat. Naoki
hanya bisa menatap punggung wanita yang pernah dicintainya itu dengan
tatapan sendu. Entah, kapan dia akan dapat bertemu dengan Yeon Hae lagi,
atau bahkan tidak akan pernah lagi untuk selamanya. [END]
Kututup sampul cover Rainy Tokyo
dengan asal dan kulemparkan ke sembarang arah. Buku itu hanya berhasil
mendarat di pinggiran sofa di samping ranjangku. Kupandangi warna sampul
abu-abunya dari tempatku terbaring dengan sebelah lengan kuletakkan di
atas dahi. Berfikir, bukan lebih tepatnya aku sedang melamun.
Kata-kata yang dituliskannya dalam Rainy Toko sama dengan kata-kata dalam note-nya.
Sudah seminggu sejak pertengkaran itu, ah bukan lebih tepatnya
kemarahanku, aku tidak melihatnya lagi berada disekitarku dan
mengikutiku kemana-mana. Gadis yang bersemangat namun juga bodoh dan
ceroboh. Dia menjatuhkan note-nya di taman di hari kita bertemu untuk yang kedua kalinya.
Kim
Hyonha dalam ingatanku adalah Kim Hyonha yang sangat berani melamarku
di muka publik di saat pertemuan pertama kami. Kim Hyonha yang selalu
tersandung saat berjalan, bahkan ketika tidak ada batu di sekitarnya.
Kim Hyonha yang selalu memakai pakaian yang terlalu besar untuk ukuran
tubuhnya. Kim Hyonha yang selalu kehilanga benda-benda penting karena
kecerobohannya. Kim Hyonya yang selalu makan dengan cara yang
berantakan.
Ingin rasanya membantunya berdiri saat dia
jatuh karena tersandung kakinya sendiri. Membelikannya pakaian yang
cocok dan terlihat sesuai untuknya. Membersihkan mulutnya dari noda
mayonais yang menghiasi senyumnya setiap kali dia makan. Juga,
mengembalikan note yang berisi semua catatan dan informasi tentangku padanya, agar dia bisa menulis sebuah karya tentangku dengan indah seperti Rainy Tokyo. Tapi, entah mengapa semua keinginan itu selalu menguap ketika dia berada di dekatku.
Kehadirannya
seperti ada dan tiada. Setiap hari mengikuti setiap jadwalku dengan
sabar. Meskipun kuakui sikapku selalu ketus dan keras padanya, tapi aku
tak pernah bisa mengerti mengapa dia tidak bergeming dengan niatnya.
Terpaksa semua ini kulakukan karena dia keras kepala.
Kejadian
terakhir dengannya yang membuatku marah. Entahlah, aku hanya tidak suka
melihat reaksi berlebihannya terhadap Cho Kyuhyun waktu itu. Itu
membuatku sangat, uhm marah? Ah bukan, aku tidak atau bukan karena
cemburu karena bersikap seperti ini kan. Tentu saja itu bukan perasaan
cemburu.
Aku hanya tidak ingin Hyonha terlibat terlalu
jauh dalam kehidupanku, atau dia akan terluka. Dunia bisnis hiburan
sangat kejam. Meskipun aku berhasil membendung berita pertemuan kami
dengan pasangan Cho waktu itu, mungkin aku tidak akan bisa melakukannya
lagi lain kali jika itu terjadi. Cho Kyuhyun memiliki fans yang
fanatik juga Anna yang sangat licik, aku tidak akan sanggup
membayangkan apa yang akan mereka perbuat dengan media. Hyonha bahkan
tidak tahu itu. Aku hanya mencoba melindunginya.
Entah,
membayangkan dia terluka saja aku rasa tidak akan sanggup. Perasaan
lemah ini tak pernah kusangka akan muncul begitu saja. Terlebih disaat
aku sudah mendorongnya menjauh dari kehidupannku. Kebiasaan karena dia
ada disekitarku dengan teriakannya, dengan segala penampilannya yang
sederhana. Kini rasanya seperti semua itu telah menghilang dalam
sekejap. Sepi, itu yang kurasakan. Kim Hyonha, gadis itu, entah mengapa
aku merindukannya.
“Jadi apakah kau sudah sadar oppa?”
“Ommo, yahk Neul kau mau membunuhku?! Sejak kapan kau ada di situ?” teriakku kaget.
Jantungku
rasanya hampir saja berhenti berdetak. Kedatangan Neul yang seperti
hantu membuatku melakukan manuver refleks yang sedikit berlebihan.
Hasilnya, sebuah bantal bisu dan tak berdosa membentur wajah Neul dengan
sukses dan mendarat di lantai yang dingin. Kasihan bantal itu karena
harus bersentuhan dengan wajah Neul yang sangat aku tahu, bahwa saat ini
dia sedang mengeras karena kesal.
Dia, Neul yang sudah
seminggu ini mengacuhkanku karena insiden pertengkaranku dengan Hyonha,
tiba-tiba saja sudah berdiri di ambang pintu kamarku. Aku bahkan tak
pernah melihatnya masuk atau mendengar suara pintu dibuka.
“Waeyo? Apakah sekarang oppa mau menyalahkanku juga seperti ounnie? Hanya karena aku tiba-tiba muncul di hadapanmu dan merusak lamunanmu?”
“Neul apa maksudmu. Oppa hanya kaget mengapa kau ada di situ.”
“Bukan salahku jika kau tidak pernah mengunci pintu kamarmu oppa. Bukan salahku juga jika aku adalah adikmu satu-satunya yang sangat hafal kebiasaanmu itu oppa.”
“Aish, arra. Lalu apa yang ingin kau keluhkan padaku kali ini hm?” tanyaku melembut.
“Oppa,
ternyata kau belum sadar juga. Perasaanmu itu, sering melamun dan
bergumam sendiri tak jelas, tiba-tiba marah dan juga sebentar kemudian
diam. Kau tahu itu apa?”
“Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan Neul. Intinya saja, aku lelah dan mau tidur,” elakku malas.
“Oppa, kau ini sedang jatuh cinta. Hyonha ounnie, dialah yang kau lamunkan, iya kan? Kau bahkan mengigau selama seminggu ini,” jelas Neul membuatku terhenyak.
“Kau bahkan mengintipku saat tidur? Neul-ah, meskipun kau adikku bukankah kita harus selalu menjaga privacy masing-masing huh?” ucapku malu ketahuan sering mengigau tentang hal yang aku bahkan tidak pernah tahu.
“Ckckckck, oppa kau ini sangat bodoh atau apa sih? Aigo oppa, kau sekarang merasa kesepian dan merasa bersalah kan? Minta maaflah pada ounnie. Dia pasti akan mengerti, jika oppa hanya tidak ingin menyakitinya. Aku tahu itu yang oppa rasakan saat ini.”
Penjelasan
Neul seperti petir menyambar di siang hari yang cerah bagiku. Dia,
Neulku yang sangat polos dan berkepribadian riang sudah dewasa. Neul
bahkan memperhatikan apa yang kurasakan. Sesaat kurasakan kebenaran yang
terselip dalam setiap kata-kata yang keluar dari bibir mungilnya.
Kebenaran
yang selalu kusangkal selama ini dan membuatku tak bisa berfikir dengan
baik. Perasaan yang selama ini selalu menggelitik. Bagaikan ada jutaan
kupu-kupu yang hidup di dalam perutku, menggelitik dan tak mau diam.
Perasaan itu nyata. Kim Hyonha, gadis itu, aku merindukannya. Aku
mencintainya. Kuakui aku sangat marah waktu itu. Ah ya baiklah aku
cemburu. Tapi cinta? Mungkinkah ini benar-benar terjadi?
“Oppa, palliwa. Ini masih jam tiga pagi. Saat matahari terbit mungkin sudah akan terlambat. Ounnie akan pindah dari apartemennya. Aku dengar ounnie akan meneruskan kuliah di Kanada. Apakah oppa tidak ingin mencegahnya?”
“Apa? Kanada? Aish jinja!!”
aku bergegas menuju pintu, menyambar jaketku dan sebuah note di atas
meja di dekat pintu. Aku hanya keluar dengan segera tanpa berfikir
panjang.
“Oppa chakaman, kau tidak lupa se-su-a-tu kan?” teriakan tidak jelas Neul bahkan kuabaikan.
*****
[Kim Hyonha]
Sampai pukul tiga dini hari aku belum bisa memejamkan mataku. Semua barang sudah selesai kubenahi dan ku-packing
dalam kardus-kardus serta kontainer plastik untuk dibawa nanti. Dengan
dibatalkannya kontrak dengan direktur Park Jung Soo, inilah konsekuensi
yang harus ku tanggung. Aku tidak bisa tinggal di apartemen mewah ini
lagi. Tidak ada lagi aktifitas yang berhubungan dengan Ryeowook oppa yang bisa aku lakukan.
Entahlah,
mungkin aku akan merindukannya. Itu pasti. Apakah sebaiknya aku bertemu
dengannya sebelum pergi? Aku mungkin masih bisa mengamati beritanya
dari media, tapi mungkin aku tidak akan bisa bertemu dengannya lagi
setelah kata-katanya waktu itu. Aku hanya beban untuknya.
Sejenak kutimbang-timbang rencanaku. Ini jam tiga pagi, tidak mungkin aku menemuinya sekarang dan mengucapkan perpisahan. Oppa
mungkin sudah tidur. Fikiranku benar-benar seperti benang kusut
sekarang. Perasaan tidak menentu ini membuatku semakin sulit memejamkan
mata. Lebih baik aku berjalan-jalan sebentar di taman bawah. Mungkin
setelahnya aku bisa tertidur meskipun sebentar.
Kulangkahkan
kakiku menuju pintu keluar. Dua detik kemudian, tepat saat kubuka pintu
apartemenku, kulihat dia sudah berdiri di sana. Adegan yang kini
kulihat membuatku ragu. Mungkinkah aku tidur sambil berjalan dan
memimpikannya karena terlalu memikirkannya sebelum tidur? Atau ini hanya
mimpi? Kutepuk pelan pipiku dan kucubit kulit laki-laki yang sekarang
berdiri dengan nafas terengah di depanku. Terdengar pekikan pelan dari
mulutnya.
“Aku tidak sedang bermimpi kan?” semburku tepat di wajahnya yang tampan.
Jantungku
berdetak tak beraturan dan memompa darah terlalu cepat. Membuat
sebagian besar darah hangat itu berkumpul di kedua pipiku. Pipiku
memanas.
“Hyonha-ah kau mau kemana? Kumohon
jangan pergi. Tetaplah tinggal di sini. Tetaplah mengikutiku kemanapun
kau mau. Tetaplah berteriak sesukamu di sekitarku. Kau juga boleh
mengikutiku dari jarak dekat. Kau boleh memanggilku oppa, dan akan kuberikan tanda tangan juga foto bersama sebanyak yang kau minta hum,” Ryeowook oppa menyerocos tanpa henti membuatku bingung.
“Oppa, apa yang kau lakukan di sini jam tiga pagi?” Ryeowook oppa tampak kebingungan dengan pertanyaanku yang sepertinya menyadarkannya akan sesuatu.
Aku sendiri tidak bisa mencerna dengan baik kata-kata Ryeowook oppa yang tak henti bagai peluru yang memberondongiku.
“Hyonha-ah,
aku hampir gila. Maafkan aku untuk waktu itu telah melukaimu. Aku tahu
ini pasti juga berat untukmu. Tapi apakah kau tidak merasa lelah?”
“Lelah?
Ah ya aku baru saja berbenah karena pagi-pagi aku harus..,” ucapanku
terhenti. Sebuah gerakan cepat yang tak bisa kuantisipasi membungkam
bibirku.
Bibir lembut Ryeowook oppa tepat menyentuh ujung bibirku yang mengering karena gugup. Hanya sekejap, dan hanya sekejap saja semua terjadi. Kudorong tubuh oppa menjauh hingga menyisakan jarak yang cukup diantara kami.
“Oppa apa yang kau lakukan? Jika ada yang melihat kita, kau akan terkena masalah.”
“Hyonha-ah,
apakah kau masih tidak mengerti juga? Apa kau benar-benar tidak merasa
lelah selama seminggu ini selalu berlari-lari dalam fikiranku tanpa
henti huh? Aku sudah tidak tahan lagi. Kepalaku rasanya hampir meledak
dan aku sudah tidak bisa berfikir jernih ketika kau bahkan tak ada di
sekitarku. Aku...,” ucapannya tertahan sejenak.
“Hyonha-ah, saranghanda. Saranghandago! Jangan pergi ke Kanada huh?” ucapnya lantang.
Sekilas tampak butiran bening menghiasi di sela-sela mata Ryeowook oppa
yang membulat. Tak ada kata yang bisa keluar dari mulutku. Semua
seperti tercekat di tenggorokanku yang kering. Haruskah aku pingsan
sekarang? Ah tidak, aku malu pingsan di depan Ryeowook oppa.
Atau aku harus berpura-pura tidak mengerti dan memintanya mengulangi
kalimatnya? Ini adalah cara kuno yang hanya ada dalam drama televisi.
Lalu, apa yang harus aku lakukan?
“Tunggu oppa, kau bilang Kanada? Lalu itu apa yang kau bawa?”
“Neul, dia memberitahuku kau mau pindah dan melanjutkan studimu ke Kanada kan? Ige, note milikmu yang kutemukan di taman.”
Aku hanya bisa terkekeh pelan mendengar jawaban tak terduga dari Ryeowook oppa. Ryeowook oppa menyerahkan sebuah note bersampul merah muda padaku. Ini kan note-ku yang hilang.
“Ah, jadi oppa yang menemukannya, syukurlah. Tapi aku tidak akan Ke Kanada oppa.
Aku memang berencana pindah karena kontrak yang sudah dibatalkan, tapi
aku hanya akan pindah kembali ke apartemen lamaku bersama oppa-ku.”
“Mwo? Aish Neul, awas kau nanti”,” bisiknya kesal.
Ada hal yang lebih menggelitik pandanganku ketika aku berbicara menjelaskan pada Ryeowook oppa tentang kepindahanku. Tanpa sengaja sesaat kuamati kaki Ryeowook oppa. Ada yang tampak ganjil di sana. Kakinya terlalu polos.
“Jadi apakah kau juga mencintaiku? Maukah kau meneruskan menulis tentangku?” tanya Ryeowook oppa sedikit mengalihkan pandanganku.
“Uhmm oppa kau tidak melupakan sesuatu kan?” tanyaku tak menghiraukan pertanyaannya sambil mengendikkan kepala mengarah ke kakinya.
“Yakh
Kim Hyonha, bisakah kau hanya menjawab pertanyaanku dan kita bisa
memulai lagi dari awal. Kau tak perlu mengalihkan pembicaraan seperti
ini.”
“Oppa-ya, aku sangat ingin menjawabnya
sekarang, tapi aku terganggu dengan penampilanmu? Apakah tadi kau
sebegitunya memikirkanku sehingga kau lupa memakai celanamu dan langsung
berlari ke sini begitu saja hum?”
Ryeowook oppa mengikuti arah tatapanku seketika. Kakinya yang putih tampak jelas. Oppa
hanya mengenakan celana pendek tidurnya. Wajahnya berubah menjadi merah
padam dan sedetik kemudian berlari meninggalkanku kembali ke
apartemennya. Adegan yang baru saja terjadi menyisakan tawa dan senyum
simpul dari bibirku.
“Na do, na do saranghae oppa,” ucapku lirih sambil memandangi punggungnya yang hangat. Punggung hangat yang kini menghilang dari balik lorong.
[END]
Extra Story:
Flash back tiga bulan sebelumnya
“Apakah kau pikir ide ini akan berhasil menurutmu hyung?” ucap direktur Choi Shiwon pada kakak sepupunya Park Jung Soo.
“Artisku
yang satu itu benar-benar tidak becus memilih wanita. Aku menyayanginya
seperti adikku sendiri. Dia malah terjebak dengan artis pendatang baru
yang tidak sepadan dengannya itu,” direktur Park Jung Soo menimpali
sambil menenggak Martini dingin yang mengisi gelasnya.
“Lalu
kalian akan mengorbankan adikku untuk dijodohkan dengan laki-laki macam
begitu huh? Enak saja, memangnya adikku itu mainan?” Kim Heechul tampak
ketus menanggapi kedua sahabatnya. Tangannya sesekali memainkan stik billiard itu dengan lihai kemudian membidik bola sasarannya.
“Heechul-ah,
tenanglah, kita hanya berusaha mendekatkan mereka secara alami. Jika
tidak ada hasilnya juga tidak akan kita paksakan. Yang kutahu selain
Hyonhamu itu sangat menyukai Ryeowook kami, dia juga wanita yang sangat
cocok sebagai calon. Aku hanya ingin membantu Ryeowook lepas dari
skandal menyebalkan yang merusak bisnisku juga. Jika novel atau biografi
yang ditulis Hyonha tentang Ryeowook sukses maka itu akan menguntungkan
kita semua, juga mereka berdua. Tidak hanya dalam segi materi tapi juga
mereka pasti bahagia.”
“Apakah bisa seperti itu nantinya hyung?
Bagaimana jika kita gagal menyatukan mereka? Mungkin bagi kita
resikonya hanya masalah materi dan itu tidaklah seberapa dengan sakit
yang akan mereka alami?”
“Wonnie-ah tumben otakmu
encer hari ini? Apa Jack Dannielmu itu mengandung serbuk pencerahan
huh?” Heechul masih ketus seperti biasanya. Bahkan setelah dia berhasil
memasukkan bola nomor delapan ke dalam lubang yang memang sudah
diincarnya.
“Yaakh hyung, aku kan hanya bertanya
tentang semua kemungkinannya? Itu akan membuat kita merasa bersalah pada
mereka. Aku paling tidak suka harus punya perasaan bersalah pada orang
lain,” ucap Choi Siwon menimpali.
“Kalian tidak perlu
khawatir. Biar aku yang mengatur semuanya. Jika memang ini tidak
berhasil, akan kupastikan ini tidak akan melukai mereka. Aku yang akan
bertanggung jawab. Apakah kalian tidak berfikir mereka sangat serasi?”
direktur Park Jung Soo tertawa lepas setelah mengucapkan kalimatnya.
“Baiklah jika hyung berkata begitu. Kuserahkan semua padamu hyung.”
“Ah ya, Heechul-ah dan juga kau Wonnie pastikan jangan sampai Hyonha dan Ryeowook tahu jika aku mengenal kalian sebelum rencana ini selesai, arra?!”
“Arrayo hyung. Ah Heechul hyung, apakah kau sudah dapat tanda tangan Cho Kyuhyun?” suara pertanyaan Siwon membuat suasana tiba-tiba hening.
“Yakh Wonnie, kau jangan.. aish jinja!” muka Heechul memerah.
“Jadi,
kau? Yakh Kim Heechul! Bukankah sudah kubilang untuk apa kau
mengidolakan Kyuhyun huh. Kau ini, seperti tidak ada artis lain saja.
Kupikir kau menyukai Hye Rim? Apakah kau tidak normal huh?” sembur
direktur Park Jung Soo pada sahabatnya. Ia terlihat menahan tawa
setelahnya dan pada akhirnya tertawa lepas sampai hampir saja terjatuh
dari kursi tempatnya duduk.
“Terserah kau sajalah mau
bilang apa Jung Soo. Memangnya kau pernah mendapatkan tanda tangan
mereka untukku huh? Aku akan minta bantuan adikku tersayang saja. Dia
lebih mengerti aku daripada kalian. Oh ya, tadi istrimu Chan Ri-sshi
menelepon saat kau ke toilet. Sepertinya dia marah akan sesuatu. Maaf
aku angkat teleponnya, karena aku khawatir istrimu akan memarahi kami
jika kau tidak bisa dihubungi.”
“Mwo? Aish, matilah aku!”
“Waeyo hyung? Apakah ada sesuatu yang gawat terjadi?”
“Aku lupa menjemput Junior dari sekolahnya!” direktur Pak Jung Soo pun berlari menghambur keluar klub dan bergegas pulang.
“Aigo, ini kan sudah jam sepuluh malam. Apa saja yang dia lakukan sampai lupa menjemput Junior. Aku yakin Chan Ri noona akan memakannya hidup-hidup.”
[Final END]
